ETIKA DAN KERANGKA HUKUM
BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
ABSTRAK
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu
kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa
dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau
kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada
teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di
dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis
tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi
on-line crime, dan cybercrime.
Kata Kunci : Etika, Kerangka Hukum dan Teknologi Informasi.
Pendahuluan
Didalam organisasi modern,
dan dalam bahasan ekonomis secara luas, informasi telah menjadi komoditas
yang sangat berharga, dan telah berubah dan dianggap sebagai sumber daya habis
pakai, bukannya barang bebas. Dalam suatu organisasi perlu dipertimbangkan
bahwa informasi memiliki karakter yang multivalue, dan multidimensi.
Dari sisi pandangan teori sistem, informasi memungkinkan kebebasan beraksi,
mengendalikan pengeluaran, mengefisiensikan pengalokasian sumber daya dan
waktu. Sirkulasi informasi yang terbuka dan bebas merupakan kondisi yang
optimal untuk pemanfaatan informasi. Selain dampak positif dari kehadiran
teknologi informasi pada berbagai bidang kehidupan, pemakaian teknologi
informasi bisa mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna atau
pelaku bidang teknologi informasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang
secara
tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.
Etika Penggunaan
Teknologi Informasi
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu
kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa
dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku
benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa
etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Sebuah survei menyebutkan bahwa penggunaan software bajakan yang berkembang di
Asia saat ini bisa mencapai lebih dari 90 %, sedangkan di Amerika kurang dari
35 %. Ini bisa dikatakan bahwa masyarakat pengguna software di Asia kurang etis di banding di Amerika. Contoh lain misalnya kita
melihat data orang lain atau perusahaan lain yang menjadi rahasianya, berarti
kita bertindak kurang etis.
Pentingnya Etika
Komputer
Menurut James moor,
terdapat tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer,
yaitu :• Kelenturan Logika, • Faktor Transformasi
dan• Faktor tak kasat mata.
HAK-HAK ATAS INFORMASI /KOMPUTER :
Hak Sosial dan Komputer
Menurut Deborah Johnson,
Profesor dari Rensselaer Polytechnic Institute mengemukakan bahwa masyarakat
memiliki : Hak atas akses komputer, Hak atas keahlian komputer, Hak atas
spesialis komputer dan Hak atas pengambilan keputusan komputer.
Hak Atas Informasi
Menurut Richard O.
Masson, seorang profesor di Southern Methodist University, telah
mengklasifikasikan hak atas informasi berupa : Hak atas privasi,Hak atas
akurasi, Hak atas kepemilikan. Dan Hak atas akses.
Kontrak Sosial Jasa
Informasi
Untuk memecahkan
permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam kontrak sosial
yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa
informasi membuat kontrak tersebut dengan individu dan kelompok yang
menggunakan atau yang dipengaruhi oleh output informasinya. Kontrak tersebut
tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa
informasi. Kontrak tersebut menyatakan bahwaKomputer tidak akan digunakan
dengan sengaja untuk menggangu privasi orang, Setiap ukuran akan dibuat
untuk memastikan akurasi pemrosesan data, Hak milik intelektual akan
dilindungi.
Etika IT di Perusahaan
Sangat penting penerapan
etika dalam penggunaan teknologi informasi (information technology/IT)
di perusahaan. Etika tersebut akan mengantarkan keberhasilan perusahaan dalam
proses pengambilan keputusan manajemen. Kegagalan pada penyajian informasi akan
berakibat resiko kegagalan pada perusahaan. Penerapan etika teknologi informasi
dalam perusahaan harus dimulai dari dukungan pihak top manajemen terutama
pada chief Information Officer (CIO). Kekuatan yang
dimiliki CIO dalam menerapkan etika IT pada perusahaannya sangat dipengaruhi
akan kesadaran hukum, budaya etika, dan kode etik profesional oleh CIO itu
sendiri.
Kriminalitas di Internet
(Cybercrime)
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau
kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada
teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di
dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis
tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi
on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki
karakteristikter sendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah
keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime
merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer. Fenomena cybercrime memang
harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada
umumnya Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas
teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban
kejahatan.Kejahatan yang terjadi di internet terdiri dari berbagai macam jenis
dan cara yang bisa terjadi. Menurut motifnya kejahatan di internet dibagi
menjadi dua motif yaitu :
• Motif Intelektual. Yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk
kepuasan diri pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk
merekayasadan mengimplementasikan bidang teknologi informasi.
• Motif ekonomi, politik, dan kriminal. Yaitu kejahatan yang dilakukan untuk
keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara
ekonomi dan politik pada pihak lain.
Kejahatan komputer juga
dapat ditinjau dalam ruang lingkup sebagai berikut:
·
Pertama, komputer
sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional,
·
Kedua, komputer dan
perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, dimana data-data didalam komputer
yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah, dimodifikasi, dihapus atau diduplikasi
secara tidak sah.
·
Ketiga,
Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data,
·
Keempat, adalah unauthorized
acquisition, disclosure or use of information and data, yang berkaitan
dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang ilegal.
Menurut Bainbridge (1993)
dalam bukunya Komputer dan Hukum membagi beberapa macam kejahatan dengan
menggunakan sarana komputer :
·
Memasukkan instruksi
yang tidak sah,
·
Perubahan data input,
·
Perusakan data, hal
ini terjadi terutama pada data output,
·
Komputer sebagai
pembantu kejahatan,
·
Akses tidak sah
terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking.
Bernstein (1996) menambahkan ada beberapa keadaan di
Internet yang dapat terjadi sehubungan lemahnya sistem keamanan antara lain:
·
Password seseorang
dicuri ketika terhubung ke sistem jaringan dan ditiru atau digunakan oleh si
pencuri.
·
Jalur komunikasi
disadap dan rahasia perusahaan pun dicuri melalui jaringan komputer.
·
Sistem Informasi
dimasuki (penetrated) oleh pengacau (intruder).
·
Server jaringan
dikirim data dalam ukuran sangat besar (e-mail bomb) sehingga
sistem macet.
Selain itu ada tindakan
menyangkut masalah kemanan berhubungan dengan lingkungan hukum:
·
Kekayaan
Intelektual (intellectual property) dibajak.
·
Hak cipta dan paten dilanggar
dengan melakukan peniruan dan atau tidak membayar royalti.
·
Terjadi pelanggaran
terhadap ketentuan penggunaan teknologi tertentu.
·
Dokumen rahasia
disiarkan melalui mailing list atau bulletin boards.
·
Pegawai menggunakan
Internet untuk tindakan a-susila seperti pornografi.
Kerangka Hukum Bidang
Teknologi Informasi
Dampak negatif yang
serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet
harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin
termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang
teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi
penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya,
terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum
siber (cyberlaw).
Pendapat Tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan
diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang
harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum
para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti
sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan
pembuktian. Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan
pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum
tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet.
Mas Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang
Teknologi Informasi menyebutkan, terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab
pertanyaan ini, yaitu : – Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini
belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan Teknologi
Informasi (cybercrime), dan oleh karenanya jika terjadi tindakan kriminal di
dunia cyber sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. –
Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya
meski belum ada undang – undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime,
namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah
ada. Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif
pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah
kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :– Alternatif pertama adalah
dibuat suatu Undang –Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di
Bidang Teknologi Informasi – Alternatif kedua, memasukkan materi
kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang
digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM, – Alternatif ketiga,
melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan
berhubungan dengan pemanfaatan.
Prinsip dan Pendekatan
Hukum
Istilah hukum siber
diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara
internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi
Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual
World Law) dan Hukum Maya antara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena
hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan
perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat
transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :– jurisdiksi
untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),–
jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
– jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).
Instrumen Internasional
di Bidang Cybercrime Uni Eropa
Instrumen Hukum
Internasional publik yang mengatur masalah Kejahatan siber yang saat ini paling
mendapat perhatian adalah Konvensi tentang Kejahatan siber (Convention
on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun
pada awalnya dibuat oleh
organisasi Regional
Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan
diaksesi oleh negara manapun didunia yang memiliki komitmen dalam upaya
mengatasi kejahatan Siber. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas,
bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik
melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa)
Sidang Umum PBB pada
tanggal 4 Desember 2000 menandatangani Resolusi 55/63 yang berisi tentang
memerangi tindakan kriminal penyalah- gunaan Teknologi Informasi, Butir – butir
Resolusi yang selanjutnya menandai dimulainya perhatian dunia terhadap masalah
kejahatan Teknologi Informasi.
Asia Pacific Economy
Cooperation (APEC )
Menindak-lanjuti
Resolusi PBB 55/63 tersebut di atas para pemimpin ekonomi yang tergabung dalam
organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC
Cybercrime Strategy yang bertujuan mengupayakan secara bersama keamanan
Internet (cybersecurity) dan mencegah serta menghukum pelaku
cybercrime. Selanjutnya diminta kepada para pemimpin anggota APEC agar
membentuk unit – unit pengamanan yang bertugas memerangi kejahatan cybercrime,
serta menunjuk personalia yang bertugas sebagai point of contact dalam
kerja sama internasional memerangi cybercrime.
RUANG LINGKUP CYBER LAW
Perspektif Cyber
low dalam Hukum Indonesia
Dilihat dari
kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau
emanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah
Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama.
Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan
Indonesia untuk mengarahkan transaksitransaksi lewat Internet saat ini agar
sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk
meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan
menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.Pemerintah Indonesia baru saja
mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun
undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan
intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan
piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari
desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan
dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang
mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya. Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw
yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat
diperlukan.
Perundangan Pemanfaatan
Teknologi Informasi di Indonesia
Dalam RUU pemanfaatan
teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan
teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini
dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet
yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi
dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini. Munculnya
perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan
seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan
teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang
terjadi baik di tingkat regional maupun internasional.Pengaturan pemanfaatan
teknologi informasi harus dilaksanakan dengan tujuan untuk :– mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia;– mendukung perkembangan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi nasional; – mendukung efektivitas komunikasi dengan
memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan
kepastian hukum; – memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang
untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi
secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi
informasi dunia.
Dalam RUU pemanfaatan
teknologi kegiatan yang diatur meliputi :
– Perdagangan elektronik
(e-commerce)
– Perbankan elektronik
(e-banking)
– Pemerintahan
elektronik (e-government)
– Pelayanan kesehatan
elektronik (e-hospital)
– Pemberian nama domain
(Domain NameServices/DNS)
Selain itu aturan-aturan
lain yang berhubungan dengan hal diatas seperti hak kekayaan intelektual, hak
atas kerahasiaan informasi, perlindungan hak-hak pribadi, perpajakan,
penyelesaian sengketa, yuridiksi, penyidikan, dan tindak pidana diatur dalam
perundangan lain seperti adanya hak paten, HAKI, dan RUUTIPITI (Tindak Pidana
Teknologi Informasi).
Implementasi Hukum
Teknologi Informasi di Indonesia
Undang – Undang Tindak
Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan
tujuan untuk mendukung
ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang
berkewarga-negaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di
Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau
transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di
Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi
manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar
golongan. Pembuktian Cybercrime Alat bukti yang bisa digunakan dalam penyidikan
selain alat bukti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
catatan elektronik yang tersimpan dalam sistem komputer merupakan alat bukti
yang sah. Catatan elektronik tersebut yang akan dijadikan alat bukti sah di
pengadilan wajib dikumpulkan oleh penyidik dengan mengikuti prosedur sesuai
ketentuan yangberlaku. Selain catatan elektronik, maka dapat digunakan sebagai
alat bukti meliputi :
• Informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik atau yang
serupa dengan itu. dan Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca
dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,
atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :
Tulisan, suara atau gambar; Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; Huruf,
tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya; Alat bukti elektronik,
khususnya yang berwujud perangkat lunak diperoleh dengan cara penggandaan dari
lokasi asalnya dengan cara tertentu tanpa merusak struktur logika program.
ETIKA DAN KERANGKA HUKUM
BIDANG TEKNOLOGI INFORMASI
ABSTRAK
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu
kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa
dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau
kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada
teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di
dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis
tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi
on-line crime, dan cybercrime.
Kata Kunci : Etika, Kerangka Hukum dan Teknologi Informasi.
Pendahuluan
Didalam organisasi modern,
dan dalam bahasan ekonomis secara luas, informasi telah menjadi komoditas
yang sangat berharga, dan telah berubah dan dianggap sebagai sumber daya habis
pakai, bukannya barang bebas. Dalam suatu organisasi perlu dipertimbangkan
bahwa informasi memiliki karakter yang multivalue, dan multidimensi.
Dari sisi pandangan teori sistem, informasi memungkinkan kebebasan beraksi,
mengendalikan pengeluaran, mengefisiensikan pengalokasian sumber daya dan
waktu. Sirkulasi informasi yang terbuka dan bebas merupakan kondisi yang
optimal untuk pemanfaatan informasi. Selain dampak positif dari kehadiran
teknologi informasi pada berbagai bidang kehidupan, pemakaian teknologi
informasi bisa mengakibatkan atau menimbulkan dampak negatif bagi pengguna atau
pelaku bidang teknologi informasi itu sendiri, maupun bagi masyarakat luas yang
secara
tidak langsung berhubungan dengan teknologi informasi tersebut.
Etika Penggunaan
Teknologi Informasi
Etika secara umum didefinisikan sebagai suatu
kepercayaan atau pemikiran yang mengisi suatu individu, yang keberadaanya bisa
dipertanggung jawabkan terhadap masyarakat atas perilaku yang diperbuat.
Biasanya pengertian etika akan berkaitan dengan masalah moral.
Moral adalah tradisi kepercayaan mengenai perilaku
benar dan salah yang diakui oleh manusia secara universal. Perbedaanya bahwa
etika akan menjadi berbeda dari masyarakat satu dengan masyarakat yang lain.
Sebuah survei menyebutkan bahwa penggunaan software bajakan yang berkembang di
Asia saat ini bisa mencapai lebih dari 90 %, sedangkan di Amerika kurang dari
35 %. Ini bisa dikatakan bahwa masyarakat pengguna software di Asia kurang etis di banding di Amerika. Contoh lain misalnya kita
melihat data orang lain atau perusahaan lain yang menjadi rahasianya, berarti
kita bertindak kurang etis.
Pentingnya Etika
Komputer
Menurut James moor,
terdapat tiga alasan utama minat masyarakat yang tinggi pada etika komputer,
yaitu :• Kelenturan Logika, • Faktor Transformasi
dan• Faktor tak kasat mata.
HAK-HAK ATAS INFORMASI /KOMPUTER :
Hak Sosial dan Komputer
Menurut Deborah Johnson,
Profesor dari Rensselaer Polytechnic Institute mengemukakan bahwa masyarakat
memiliki : Hak atas akses komputer, Hak atas keahlian komputer, Hak atas
spesialis komputer dan Hak atas pengambilan keputusan komputer.
Hak Atas Informasi
Menurut Richard O.
Masson, seorang profesor di Southern Methodist University, telah
mengklasifikasikan hak atas informasi berupa : Hak atas privasi,Hak atas
akurasi, Hak atas kepemilikan. Dan Hak atas akses.
Kontrak Sosial Jasa
Informasi
Untuk memecahkan
permasalahan etika komputer, jasa informasi harus masuk ke dalam kontrak sosial
yang memastikan bahwa komputer akan digunakan untuk kebaikan sosial. Jasa
informasi membuat kontrak tersebut dengan individu dan kelompok yang
menggunakan atau yang dipengaruhi oleh output informasinya. Kontrak tersebut
tidak tertulis tetapi tersirat dalam segala sesuatu yang dilakukan jasa
informasi. Kontrak tersebut menyatakan bahwaKomputer tidak akan digunakan
dengan sengaja untuk menggangu privasi orang, Setiap ukuran akan dibuat
untuk memastikan akurasi pemrosesan data, Hak milik intelektual akan
dilindungi.
Etika IT di Perusahaan
Sangat penting penerapan
etika dalam penggunaan teknologi informasi (information technology/IT)
di perusahaan. Etika tersebut akan mengantarkan keberhasilan perusahaan dalam
proses pengambilan keputusan manajemen. Kegagalan pada penyajian informasi akan
berakibat resiko kegagalan pada perusahaan. Penerapan etika teknologi informasi
dalam perusahaan harus dimulai dari dukungan pihak top manajemen terutama
pada chief Information Officer (CIO). Kekuatan yang
dimiliki CIO dalam menerapkan etika IT pada perusahaannya sangat dipengaruhi
akan kesadaran hukum, budaya etika, dan kode etik profesional oleh CIO itu
sendiri.
Kriminalitas di Internet
(Cybercrime)
Kriminalitas siber (Cybercrime) atau
kriminalitas di internet adalah tindak pidana kriminal yang dilakukan pada
teknologi internet (cyberspace), baik yang menyerang fasilitas umum di
dalam cyberspace atupun kepemilikan pribadi. Secara teknis
tindak pidana tersebut dapat dibedakan menjadi off-line crime, semi
on-line crime, dan cybercrime. Masing-masing memiliki
karakteristikter sendiri, namun perbedaan utama diantara ketiganya adalah
keterhubungan dengan jaringan informasi publik (baca: internet). Cybercrime
merupakan perkembangan lebih lanjut dari kejahatan atau tindak pidana yang
dilakukan dengan memanfaatkan teknologi komputer. Fenomena cybercrime memang
harus diwaspadai karena kejahatan ini agak berbeda dengan kejahatan lain pada
umumnya Cybercrime dapat dilakukan tanpa mengenal batas
teritorial dan tidak diperlukan interaksi langsung antara pelaku dengan korban
kejahatan.Kejahatan yang terjadi di internet terdiri dari berbagai macam jenis
dan cara yang bisa terjadi. Menurut motifnya kejahatan di internet dibagi
menjadi dua motif yaitu :
• Motif Intelektual. Yaitu kejahatan yang dilakukan hanya untuk
kepuasan diri pribadi dan menunjukkan bahwa dirinya telah mampu untuk
merekayasadan mengimplementasikan bidang teknologi informasi.
• Motif ekonomi, politik, dan kriminal. Yaitu kejahatan yang dilakukan untuk
keuntungan pribadi atau golongan tertentu yang berdampak pada kerugian secara
ekonomi dan politik pada pihak lain.
Kejahatan komputer juga
dapat ditinjau dalam ruang lingkup sebagai berikut:
·
Pertama, komputer
sebagai instrumen untuk melakukan kejahatan tradisional,
·
Kedua, komputer dan
perangkatnya sebagai objek penyalahgunaan, dimana data-data didalam komputer
yang menjadi objek kejahatan dapat saja diubah, dimodifikasi, dihapus atau diduplikasi
secara tidak sah.
·
Ketiga,
Penyalahgunaan yang berkaitan dengan komputer atau data,
·
Keempat, adalah unauthorized
acquisition, disclosure or use of information and data, yang berkaitan
dengan masalah penyalahgunaan hak akses dengan cara-cara yang ilegal.
Menurut Bainbridge (1993)
dalam bukunya Komputer dan Hukum membagi beberapa macam kejahatan dengan
menggunakan sarana komputer :
·
Memasukkan instruksi
yang tidak sah,
·
Perubahan data input,
·
Perusakan data, hal
ini terjadi terutama pada data output,
·
Komputer sebagai
pembantu kejahatan,
·
Akses tidak sah
terhadap sistem komputer atau yang dikenal dengan hacking.
Bernstein (1996) menambahkan ada beberapa keadaan di
Internet yang dapat terjadi sehubungan lemahnya sistem keamanan antara lain:
·
Password seseorang
dicuri ketika terhubung ke sistem jaringan dan ditiru atau digunakan oleh si
pencuri.
·
Jalur komunikasi
disadap dan rahasia perusahaan pun dicuri melalui jaringan komputer.
·
Sistem Informasi
dimasuki (penetrated) oleh pengacau (intruder).
·
Server jaringan
dikirim data dalam ukuran sangat besar (e-mail bomb) sehingga
sistem macet.
Selain itu ada tindakan
menyangkut masalah kemanan berhubungan dengan lingkungan hukum:
·
Kekayaan
Intelektual (intellectual property) dibajak.
·
Hak cipta dan paten dilanggar
dengan melakukan peniruan dan atau tidak membayar royalti.
·
Terjadi pelanggaran
terhadap ketentuan penggunaan teknologi tertentu.
·
Dokumen rahasia
disiarkan melalui mailing list atau bulletin boards.
·
Pegawai menggunakan
Internet untuk tindakan a-susila seperti pornografi.
Kerangka Hukum Bidang
Teknologi Informasi
Dampak negatif yang
serius karena berkembangnya teknologi informasi terutama teknologi internet
harus segera ditangani dan ditanggulangi dengan segala perangkat yang mungkin
termasuk perangkat perundangan yang bisa mengendalikan kejahatan dibidang
teknologi informasi. Sudah saatnya bahwa hukum yang ada harus bisa mengatasi
penyimpangan penggunaan perangkat teknologi informasi sebagai alat bantunya,
terutama kejahatan di internet (cybercrime) dengan menerapkan hukum
siber (cyberlaw).
Pendapat Tentang Cyberlow
Munculnya kejahatan
diinternet pada awalnya banyak terjadi pro-kontra terhadap penerapan hukum yang
harus dilakukan. Hal ini direnakan saat itu sulit untuk menjerat secara hukum
para pelakunya karena beberapa alasan. Alasan yang menjadi kendala seperti
sifat kejahatannya bersifat maya, lintas negara, dan sulitnya menemukan
pembuktian. Hukum yang ada saat itu yaitu hukum tradisional banyak memunculkan
pro-kontra, karena harus menjawab pertanyaan bisa atau tidaknya sistem hukum
tradisional mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang dilakukan di Internet.
Mas Wigrantoro dalam naskah akademik tentang RUU bidang
Teknologi Informasi menyebutkan, terdapat dua kelompok pendapat dalam menjawab
pertanyaan ini, yaitu : – Kelompok pertama berpendapat bahwa hingga saat ini
belum ada perundangan yang mengatur masalah kriminalitas penggunaan Teknologi
Informasi (cybercrime), dan oleh karenanya jika terjadi tindakan kriminal di
dunia cyber sulit bagi aparat penegak hukum untuk menghukum pelakunya. –
Kelompok kedua beranggapan bahwa tidak ada kekosongan hukum, oleh karenanya
meski belum ada undang – undang yang secara khusus mengatur masalah cybercrime,
namun demikian para penegak hukum dapat menggunakan ketentuan hukum yang sudah
ada. Pendapat dua kelompok di atas mendorong diajukannya tiga alternatif
pendekatan dalam penyediaan perundang-udangan yang mengatur masalah
kriminalitas Teknologi Informasi, yaitu :– Alternatif pertama adalah
dibuat suatu Undang –Undang khusus yang mengatur masalah Tindak Pidana di
Bidang Teknologi Informasi – Alternatif kedua, memasukkan materi
kejahatan Teknologi Informasi ke dalam amandemen KUHP yang saat ini sedang
digodok oleh Tim Departemen Kehakiman dan HAM, – Alternatif ketiga,
melakukan amandemen terhadap semua undang – undang yang diperkirakan akan
berhubungan dengan pemanfaatan.
Prinsip dan Pendekatan
Hukum
Istilah hukum siber
diartikan sebagai padanan kata dari Cyber Law, yang saat ini secara
internasional digunakan untuk istilah hukum yang terkait dengan pemanfaatan
teknologi informasi. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum Teknologi
Informasi (Law of Information Technology) Hukum Dunia Maya (Virtual
World Law) dan Hukum Maya antara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat
kegiatan internet dan pemanfaatan teknologi informasi berbasis virtual.
Dalam ruang siber pelaku pelanggaran seringkali menjadi sulit dijerat karena
hukum dan pengadilan Indonesia belum memiliki yurisdiksi terhadap pelaku dan
perbuatan hukum yang terjadi, mengingat pelanggaran hukum bersifat
transnasional tetapi akibatnya justru memiliki implikasi hukum di Indonesia.
Dalam hukum internasional, dikenal tiga jenis jurisdiksi, yaitu :– jurisdiksi
untuk menetapkan undang-undang (the jurisdiction to prescribe),–
jurisdiksi untuk penegakan hukum (the jurisdiction to enforce), dan
– jurisdiksi untuk menuntut (the jurisdiction to adjudicate).
Instrumen Internasional
di Bidang Cybercrime Uni Eropa
Instrumen Hukum
Internasional publik yang mengatur masalah Kejahatan siber yang saat ini paling
mendapat perhatian adalah Konvensi tentang Kejahatan siber (Convention
on Cyber Crime) 2001 yang digagas oleh Uni Eropa. Konvensi ini meskipun
pada awalnya dibuat oleh
organisasi Regional
Eropa, tetapi dalam perkembangannya dimungkinkan untuk diratifikasi dan
diaksesi oleh negara manapun didunia yang memiliki komitmen dalam upaya
mengatasi kejahatan Siber. Substansi konvensi mencakup area yang cukup luas,
bahkan mengandung kebijakan kriminal (criminal policy) yang
bertujuan untuk melindungi masyarakat dari cyber crime, baik
melalui undang-undang maupun kerjasama internasional.
PBB (Perserikatan
Bangsa-Bangsa)
Sidang Umum PBB pada
tanggal 4 Desember 2000 menandatangani Resolusi 55/63 yang berisi tentang
memerangi tindakan kriminal penyalah- gunaan Teknologi Informasi, Butir – butir
Resolusi yang selanjutnya menandai dimulainya perhatian dunia terhadap masalah
kejahatan Teknologi Informasi.
Asia Pacific Economy
Cooperation (APEC )
Menindak-lanjuti
Resolusi PBB 55/63 tersebut di atas para pemimpin ekonomi yang tergabung dalam
organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) sepakat membentuk APEC
Cybercrime Strategy yang bertujuan mengupayakan secara bersama keamanan
Internet (cybersecurity) dan mencegah serta menghukum pelaku
cybercrime. Selanjutnya diminta kepada para pemimpin anggota APEC agar
membentuk unit – unit pengamanan yang bertugas memerangi kejahatan cybercrime,
serta menunjuk personalia yang bertugas sebagai point of contact dalam
kerja sama internasional memerangi cybercrime.
RUANG LINGKUP CYBER LAW
Perspektif Cyber
low dalam Hukum Indonesia
Dilihat dari
kejadian-kejadian kriminalitas internet dan begitu berkembangnya pemakaian atau
emanfaaatan di Indonesia maupun di dunia Internasional, sudah saatnya pemerintah
Indonesia menerapkan cyber law sebagai prioritas utama.
Urgensi cyber law bagi Indonesia terletak pada keharusan
Indonesia untuk mengarahkan transaksitransaksi lewat Internet saat ini agar
sesuai dengan standar etik dan hukum yang disepakati dan keharusan untuk
meletakkan dasar legal dan kultural bagi masyarakat Indonesia untuk masuk dan
menjadi pelaku dalam masyarakat informasi.Pemerintah Indonesia baru saja
mengatur masalah HaKI (Hak atas Kekayaan Intelektual), No 19 tahun 2002. Namun
undang-undang tersebut berfokus pada persoalan perlindungan kekayaan
intelektual saja. Ini terkait dengan persoalan tingginya kasus pembajakan
piranti lunak di negeri ini. Kehadiran UU tersebut tentu tidak lepas dari
desakan negara-negara produsen piranti lunak itu berasal. Begitu juga dengan
dikeluarkannya UU hak patent yang diatur dalam UU no 14 tahun 2001, yang
mengatur hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil
Invensinya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain
untuk melaksanakannya. Terlepas dari masalah itu, sebenarnya kehadiran cyberlaw
yang langsung memfasilitasi eCommerce, eGovernment dan cybercrime sudah sangat
diperlukan.
Perundangan Pemanfaatan
Teknologi Informasi di Indonesia
Dalam RUU pemanfaatan
teknologi informasi di Indonesia telah dibahas berbagai aturan pemanfaatan
teknologi informasi atau internet di berbagai sektor atau bidang. Aturan ini
dibuat karena kemunculan sejumlah kasus yang cukup fenomenal di dunia internet
yang telah mendorong dan mengukuhkan internet sebagai salah satu institusi
dalam arus utama (mainstream) budaya dunia saat ini. Munculnya
perundangan pemanfaatan teknologi informasi kerena didorong peritmbangan-pertimbangan
seperti; pertumbuhan teknologi informasi yang merupakan bagian dari kehidupan
masyarakat; globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian
dari masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan pemanfaatan
teknologi informasi di tingkat nasional sebagai jawaban atas perkembangan yang
terjadi baik di tingkat regional maupun internasional.Pengaturan pemanfaatan
teknologi informasi harus dilaksanakan dengan tujuan untuk :– mendukung
persatuan dan kesatuan bangsa serta mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai
bagian dari masyarakat informasi dunia;– mendukung perkembangan perdagangan dan
perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan
pertumbuhan ekonomi nasional; – mendukung efektivitas komunikasi dengan
memanfaatkan secara optimal teknologi informasi untuk tercapainya keadilan dan
kepastian hukum; – memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada setiap orang
untuk mengembangkan pemikiran dan kemampuannya di bidang teknologi informasi
secara bertanggung jawab dalam rangka menghadapi perkembangan teknologi
informasi dunia.
Dalam RUU pemanfaatan
teknologi kegiatan yang diatur meliputi :
– Perdagangan elektronik
(e-commerce)
– Perbankan elektronik
(e-banking)
– Pemerintahan
elektronik (e-government)
– Pelayanan kesehatan
elektronik (e-hospital)
– Pemberian nama domain
(Domain NameServices/DNS)
Selain itu aturan-aturan
lain yang berhubungan dengan hal diatas seperti hak kekayaan intelektual, hak
atas kerahasiaan informasi, perlindungan hak-hak pribadi, perpajakan,
penyelesaian sengketa, yuridiksi, penyidikan, dan tindak pidana diatur dalam
perundangan lain seperti adanya hak paten, HAKI, dan RUUTIPITI (Tindak Pidana
Teknologi Informasi).
Implementasi Hukum
Teknologi Informasi di Indonesia
Undang – Undang Tindak
Pidana di Bidang Teknologi Informasi (UU-TIPITI) dibuat dengan
tujuan untuk mendukung
ketertiban pemanfaatan Teknologi Informasi yang digunakan oleh orang
berkewarga-negaraan Indonesia, dan atau badan hukum yang berkedudukan di
Indonesia, orang asing, atau badan hukum asing yang melakukan kegiatan atau
transaksi dengan orang, atau badan hukum yang lahir dan berkedudukan di
Indonesia, dengan tetap menjunjung tinggi hukum Indonesia dan hak asasi
manusia, tidak diskriminatif baik berdasarkan suku, agama, ras maupun antar
golongan. Pembuktian Cybercrime Alat bukti yang bisa digunakan dalam penyidikan
selain alat bukti yang sudah diatur dalam Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
catatan elektronik yang tersimpan dalam sistem komputer merupakan alat bukti
yang sah. Catatan elektronik tersebut yang akan dijadikan alat bukti sah di
pengadilan wajib dikumpulkan oleh penyidik dengan mengikuti prosedur sesuai
ketentuan yangberlaku. Selain catatan elektronik, maka dapat digunakan sebagai
alat bukti meliputi :
• Informasi yang
diucapkan, dikirimkan, diterima atau disimpan secara elektronik atau yang
serupa dengan itu. dan Data, rekaman atau informasi yang dapat dilihat, dibaca
dan atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu
sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas,
atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada :
Tulisan, suara atau gambar; Peta, rancangan, foto atau sejenisnya; Huruf,
tanda, angka, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya; Alat bukti elektronik,
khususnya yang berwujud perangkat lunak diperoleh dengan cara penggandaan dari
lokasi asalnya dengan cara tertentu tanpa merusak struktur logika program.